Home 150 Berita 150 Cegah frutasi remaja dengan komunikasi efektif orang tua anak

Cegah frutasi remaja dengan komunikasi efektif orang tua anak

Sekitar dua minggu yang lalu warga Pontianak digegerkan dengan penemuan jasad seorang remaja berinisial Ma (16) siswi kelas 2 Sekolah Menengah Umum yang gantung diri di kamar rumahnya di Jalan Purnama, Pontianak. Berdasarkan hasil visum diduga Ma menghabisi nyawanya sendiri pada pukul 00.00 WIB dan kemudian baru diketahui pada pukul 06.00 (Pontianak Post, 24 November 2015). Penyebab bunuh diri ABG tersebut terungkap dari selembar surat yang ditemukan oleh ayah korban disebelah jasad anaknya. Dalam surat tersebut menyatakan bahwa anaknya mengalami frustasi/kekecewaan kepada pacaranya. Sontak kabar ini langsung manjadi pembicaraan hangat dikalangan masyarakat, karena jika diperhatikan penyebab dari peristiwa gantung diri tersebut cukup sepele yaitu putus cinta.

Bunuh Diri pada Remaja

Peristiwa bunuh diri yang dilakukan remaja akibat putus cinta tidak hanya terjadi di Pontianak, tapi pernah terjadi hampir diseluruh pelosok nusantara. Kasus bunuh diri tersebut ada yang berakhir dengan kematian, dan ada juga yang tidak sampai berakhir dengan kematian karena mereka tertolong orang lain. Dalam sebuah kajian psikologis yang dilakukan oleh Saud (dalam Pujiyati, 2010) terungkap bahwa putus cinta pada remaja membawa dampak yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Putus cinta dapat berdampak positif dan dapat juga berdampak negatif. Dampak positif dari putus cinta adalah adanya anggapan bahwa putus cinta merupakan pengalaman berharga dan proses menuju kedewasaan dalam hidup. Individu tetap berpandangan positif dan berlapang dada pada peristiwa yang dialami, sehingga meskipun sudah putus cinta mereka masih tetap berkomunikasi satu sama lain dan bahkan tidak jarang mereka jadi sahabat baik. Namun putus cinta dapat berdampak negatif ketika individu merasa sudah lama berpacaran dan terlanjur memiliki cinta yang mendalam, sehingga ada rasa kesedihan dan kepedihan yang mendalam yang membuat individu merasa tidak berguna lagi, pesimis dan tidak ingin hidup lagi yang akhirnya berujung pada percobaan bunuh diri.

Remaja yang mengalami kesedihan mendalam dan akhirnya mengambil keputusan bunuh diri biasanya ditemukan pada remaja yang tidak mempunyai penerimaan diri yang baik. Tidak adanya penerimaan diri membuat remaja tidak dapat mengenal diri atau mengetahui potensi yang ada pada dirinya. Remaja seperti ini biasanya cenderung mempunyai emosi yang tidak stabil. Individu yang mempunyai kestabilan emosi kurang baik biasanya cenderung kurang memiliki kemampuan dalam mengontrol emosinya, baik yang berhubungan dengan diri sendiri maupun yang berhubungan dengan orang lain. Kondisi ini jika dibiarkan akan menyebabkan remaja menjadi depresi dan mengambil tindakan bunuh diri.

Terkait dengan hal tersebut, Kusumawardani (dalam tumbuh kembang.co.id, 2015) menyatakan bahwa kasus bunuh diri pada remaja biasanya diawali dengan depresi. Untuk mencegah kondisi tersebut, ada hal penting yang harus dilakukan yaitu meningkatkan komunikasi efektif orang tua anak. Komunikasi efektif yang dijalin antara orang tua dan anak, akan menciptakan hubungan yang harmonis antar keduanya. Hubungan yang harmonis antara anak dengan orang tua dapat meminimalisir terjadinya depresi pada anak. Apabila orang tua memiliki hubungan yang harmonis dengan anak, maka orang tua cenderung memiliki sensitifitas yang tinggi pada anak sehingga orang tua akan mudah menyadari perubahan prilaku anak apabila anaknya mengalami depresi.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikan ke komunikator melalui suatu media tertentu. Komunikasi dikatakan efektif apabila mengandung pengertian, menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan yang diinginkan (Rahmat, 2008). Memperhatikan pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi efektif antara orang tua dengan anak akan menimbulkan saling pengertian antar keduanya terkait pribadi masding-masing baik kelebihan maupun kekurangannya, menimbulkan rasa senang bagi keduanya, mendorong mereka untuk bersikap baik antara keduanya, hubungan sosial antar keduanya terjalin baik dan masing-masing berusaha untuk menunjukkan prilaku yang dianggap baik oleh keduanya. Apabila dalam hubungan keseharian orang tua dan anak mampu menciptakan komunikasi efektif maka sudah dapat dipastikan bahwa orang tua maupun anak akan terhindar dari depresi yang disebabkan oleh masalah yang dihadapi (khususnya masalah putus cinta) yang dapat berakhir pada upaya bunuh diri.

Adapun kiat untuk menciptakan komunikasi efektif orang tua dan anak antara lain: mengenali karakter satu sama lain (orang tua-anak), menatap lawan bicara (orang tua-anak), berbicara dengan sopan, menggunakan bahasa non verbal yang sewajarnya, menghargai pendapat satu sama lain, masing-masing tidak merasa paling pandai, berempati satu sama lain, menggunakan media yang sesuai dan merefleksikan perasaan satu sama lain. Apabila hal ini dilakukan insyaallah komunikasi yang terjalin antara anak dan orang tua akan berjalan efektif dan depresi yang mengarah pada tindakan bunuh diri dapat dihindari.

Penulis: R. Gunawati
Staf Ahli Kepegawaian BKKBN Kalbar

About bangfad

Bangfad - Seorang blogger yang sering kehilangan ide menulis saat didepan komputer, telah lama belajar website yang saat itu masih bernama "homepage" hingga berubah nama menjadi "blog" namun sampai sekarang masih terlihat "cupu" namun tetap mencoba eksis di dunia Blog dan Review.

Check Also

Memperingati Hari Kependudukan, BKKBN KALBAR Gelar Senam Lansia dan Lomba-lomba

Memperingati Hari Kependudukan Dunia, dan Hari Lansia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.